Talnovo
karung yang mengempis.
Ikatannya mengendur. Pada
sisa tenaga, ia berharap ada orang
melintas yang bisa memberi tumpangan.
Namun rupanya mustahil. Dini
hari pada musim dingin seperti ini,
orang-orang lebih suka menumpuk
jerami untuk menghangatkan tubuh
ketimbang keluar rumah dan melekat
dengan percikan salju yang sanggup
mendatangkan ribuan gigil. Atau
memenuhi perapian dengan batu bara.
Atau menenggak vodka yang memberi
kehangatan.
kaku, hampir tak bisa digerakkan.
Namun ia pantang berhenti di tengah
perjalanan. Masih beberapa mil untuk
mencapai rumah. Rumah dengan jendela-jendela
tak pernah dibuka.
Hanya ada sekat untuk menandai
mana kamar, ruang tamu, dan dapur.
papan yang dulu jadi pembatas.
Ia keranjingan vodka dan judi
semenjak sang istri kabur bersama
mantan kekasihnya.
menyulitkan langkah. Lelehan salju
merembes ke dalam sepatu.
Mantelnya basah. Pandangannya
mengabur. Pucuk hidungnya terasa
berat untuk menghirup udara.
tahun, ia menjadi kesayangan nyonyanyonya
di desa. Ia sanggup membawa
berkarung-karung gandum dan selalu
memperoleh rumput segar untuk
domba milik juragan. Bahkan pada
pertengahan musim dingin sekalipun.
jadi incaran nyonya-nyonya yang
setiap hari didekap suami tua dan
kurik. Mereka mengundang Talnovo
ketika para suami di ladang. Setelah
membasuh muka dan badan dengan
air hangat sehabis menumpuk gandum,
Talnovo menghampiri nyonya
rumah. Titik-titik air di ujung alisnya
makin mendebarkan. Bau keringat
Talnovo membuat mereka tambah
bergairah.
Miroles. Namun sesekali ia
memuaskan nyonya-nyonya lain dan
meraup ratusan rubel . Makin rajin
bertandang, kian banyak rubel ia peroleh.
Shara, sang istri, makin rajin
bersolek. Shara makin cemerlang.
Wajahnya serupa salju yang mencair.
Tenang, tetapi begitu bening. Seolah
titisan dewi kecantikan.
rumahku. Begitu lama ia bercerita.
Miroles memintanya meninggalkan
Shara. Janda kaya itu hampir menemui
ajal. Ia ingin Talnovo merawat
dan menemaninya.
bibir Shara yang selalu basah? Yang
kerap meninggalkan jejak lunyu di
pipi? Ia tak sanggup meninggalkan
bidadari bermata makin berbinar itu.
Ia tak mampu menyaksikan air mata
yang akan tiris di pipi Shara yang
menirus.
apa?
ke rumah Miroles, ia didesak meninggalkan
Shara. Ia terlalu takut membungkam
mulut Miroles dengan ciuman.
Ia tak mau Shara tahu pergundikannya
dengan Miroles atau
nyonya-nyonya lain. Barangkali jika
tahu, Shara akan meninggalkannya.
Barangkali….
untuk sekadar berbagi air mata.
Perlakuan Shara tetap sama. Hanya
Talnovo yang tampak kikuk. Berkali-kali
ia salah ucap dan tersedak.
Sembari berbisik, Shara menanyakan
kenapa sang suami beberapa hari ini
bertingkah tak biasa dan sering melamun.
Apakah ada yang kurang dari
dia? Jika bercakap, suaminya lebih
sering menunduk, bahkan membuang
muka. Ia tak lagi berlaku romantis.
Bahkan Talnovo lupa mengecup keningnya
ketika hendak menjemput
lelap. Dan, masih banyak hal aneh
Shara rasakan.
menahan debar jantung yang
meledak-ledak ketika mataku berbenturan
dengan mata Shara.
tanya Miroles pada pagutan terakhir.
Ia memulai percakapan yang Talnovo
benci, bahkan sebelum berpakaian
usai percintaan panjang mereka.
Lebih-lebih memulai untuk postcoital
intimacy . Talnovo jengah.
Aku sanggup memberimu kenikmatan
luar biasa bukan?” tepis Talnovo. Ia
teringat kembali senyum Shara.
sampingku.”
Miroles mengusap dada Talnovo
yang ramping. Jemarinya seketika
basah. Tubuh Talnovo penuh
keringat. Makin menambah daya
pikat. Talnovo berpikir, sebaiknya
gegas meninggalkan Miroles.
Bukankah uang bukan lagi permasalahan
utama baginya? Pundi-pundi
uangnya cukup untuk hidup bersama
Shara. Ia akan keluar dari desa dan
membangun rumah yang layak.
mata penuh keriput. Lemak bergelayut
di leher, perut, pipi… Ah,
Talnovo bahkan tidak sanggup mengungkapkan.
mengikik itu seperti nenek sihir yang
kegirangan dan berhasil menyulap
saingannya menjadi buruk rupa.
Bukan tertawa mengikik menggairahkan
seperti beberapa tahun
silam. Tawa yang sanggup mencairkan
kelelakian Talnovo.
Bukankah kau pernah bilang, aku
lebih pantas bersama Shara dan tidak
pantas bersamamu? Aku kerap
teringat ibuku saat bercinta denganmu.
Umur kalian hampir sama,
Miroles,” desah Talnovo. Ia menghitung
ruas jemarinya, sekadar menutupi
hati yang makin gelisah. Ia tidak
sanggup menatap air mata Miroles
yang hampir tumpah.
begitu saja. Apalagi untuk
bersenang-senang bersama Shara dan
aku akan membusuk sendirian!”
pun tak bisa menghalangi. Selamat
tinggal.”
Meski tergesa-gesa ia masih sanggup
mengenali mana celana dalam
Miroles dan celana dalamnya. Ia
tidak memedulikan Miroles yang
bersimpuh di depannya. Miroles meraung
memanggil Talnovo. Gegas ia
membawa Shara dan seluruh hartanya
ke kota.
rumah Miroles, hendak membuka
pintu gerbang, terdengar suara benda
jatuh. Ia terkesiap. Miroles dan darah
yang mengalir, dari kepala, hidung,
telinga, dan seluruh tubuhnya.
menyeret kaki yang lemas menuju ke
rumahku.
Talnovo. Ia telah menghabiskan
berbotol-botol vodka. Giginya
gemeletukan. Kakinya bergetar serupa
rel kereta yang rapuh.
Aku yakin tidak lama lagi cerita
kematian Miroles akan menyebar.
merabun itu bersusah-payah naik ke
lantai atas rumahnya. Merangkak
menuju jendela yang menghadap
jalanan. Barangkali ia tidak menyangka
akan mati dan ditinggalkan begitu
saja oleh Talnovo. Ia berpikir akan
jatuh persis di depan Talnovo yang
akan menolong, merawat, dan hidup
berdua selamanya. Namun ia salah.
Hmmm, kisah nenek yang pilu.
menganga dan memegang botol
vodka yang telah tandas. Suara
ngoroknya begitu memilukan. Aku
bergegas menuju ke rumahnya.
memberi kabar kepada Shara mengenai
kematian Miroles atau perihal
Talnovo yang kerap datang ke rumahnya.
Jangan sampai para pembantu
Miroles menyiarkan kedatangan
Talnovo beberapa jam lalu atau betapa
sering terdengar lenguhan panjang dari
kamar Miroles bersama Talnovo kepada
tetangga-tetangga sekitar. Begitu
pun tentang tempat tidur yang masih
berantakan dan Miroles yang belum
sempat memakai celana dalam…
lebar dan barang-barang berserakan.
Tetangganya menceritakan,
Shara telah tahu suaminya menjadi
gundik Miroles. Ia marah dan membanting
seluruh perabotan. Ia pergi
bersama mantan kekasihnya ke kota.
apalagi ini. Apa yang harus kuceritakan
pada sahabatku?
yang ditinggalkan istrinya. Shara
membawa seluruh kekayaannya. Ia
tidak meninggalkan serubel pun.
Talnovo melarat. Keuangannya
sekarat.
perlahan. Tanaman karet di depan
rumahnya makin tertimbun. Dulu,
ketika salju hanya berupa gerimis
seperti ini, ia dan Shara sering
menari-nari di bawahnya. Seperti
anak kecil menyaksikan salju kali
pertama. Kemudian makan bubur
gandum yang hangat dengan campuran
madu di beranda rumah. Dan,
mereka kedinginan. Kemudian
berpelukan dengan selimut dari jerami,
saling memberikan kehangatan.
perapian. Bahunya berguncang hebat.
Ia tak mau hidup tanpa menatap mata
Shara. Ia memendam lara.
salju yang mencair. Meruapkan
aroma tidak biasa. Semua terasa
beku. Ia tidak sanggup menggapai
karung yang mengempis itu.
di dinding, menebarkan
bau bacin begitu menyengat. Gegas
aku bangun, membuatkan makanan
untuk domba ketika terdengar suara
mengembik dari kandang. Lantas
kubuka sedikit jendela untuk penerangan.
Udara beku seketika menyergap
hidung. Dingin merontokkan
persendian. Kulongok kandang
domba yang muram. Pohon-pohon
karet di pot seakan merindukan matahari.
di halaman. Wajah pemilik
lengan itu tak tampak. Aku gegas
menuju halaman. Aku tahu siapa
yang terbaring kaku dari mantel yang
dipakai. Itu mantel Talnovo yang dulu
dihadiahkan Miroles. Kuusap jemari
kawanku yang membiru kepucatan.
dari jemarinya. Kepala Shara
menyembul dengan bercak darah
masih menempel-membeku. Aku terdiam.
Merasakan gerimis salju bertebaran
di wajahku. (44)
pada novel Rumah Matryona
Alexander Solzhenitsyn. Talnovo
nama desa dalam novel itu, tetapi
dalam cerpen ini, itu tak berhubungan.
Belarus.
UPGRIS, kelahiran Jepara, 11 Mei
1991. Tulisannya dimuat di Keris,
Potret, Sekar Kampoeng, Cempaka,
Suara Kampus, Gradasi, Bilik
Literasi, Papirus, Pawon, Republika,
Suara Merdeka, Jateng Pos.