Pengantin – Sumpah Orang Suci – Buat Drawing Tisna Sanjaya – Di Bawah Pohon Ingatan – Cara Mengasah Pisau – Buat Drawing Herry Dim – Cerita Selendang Ibu – Marnixstraat
Pengantin
Orang suci dan bidadari
Kafan putih orang mati
Harum tubuh bidadari
Hangus daging orang mati
2017
Sumpah Orang Suci
Kerumun dalam jubah
Muslihat balik lidah
Kesumat orang suci
Sisik ular bawah kursi
Buat Drawing Tisna Sanjaya
Kata orang suci
Lidah sedingin belati
Jubah orang suci
Putih orang mati
Di Bawah Pohon Ingatan
Daun-daun putih
Tubuhku bau bunga. Di jantung tanah
darahku memancur. Tepercik jubah
orang suci. Dari gurun-gurun gelap
kuda-kuda menyerbu. Para ksatria
dengan tubuh tak berkepala
Daun-daun putih
Di sebatang pohon bernama ingatan
Di bawahnya aku berkubur. Jantungku
sedingin batang pisang. Menjelma mata air
Memancur ke tengah kolam. Tempat orang suci
menyuci jubah dari percik darah
Daun-daun merah
Kuku-kuku kuda memercikkan api
Orang-orang tak berkepala. Menyerbu
ke jantung gelanggang. Menyeru pahala
hukum suci, sungai mengalirkan susu
dan bidadari. Dari bawah meja ular
mendesis dan melata
ke arah kuburku
Cara Mengasah Pisau
– kepada Eep
Bentangan angin: Suara orang
menenun jubah dan mengasah pisau
Selat yang dingin: Suara orang
memilin lidah dan membakar pulau
Setenang air muara, tuan,
kami mendengar kata beringsut
Gelagat kesumat bertukar tempat
dengan muslihat
Berkerumun orang sekaum
Majelis agung yang diberkati
Sekaliannya jadi suci
Juga kebencian itu, tuan…
Bentangan angin: Kain jubah
yang berkibar barisan gagah para lasykar
Selat yang dingin: Kapal seberangkan
gelap ke pusat pulau mengangkut
para pengasah pisau
Setenang air muara, tuan
hujan memandikan jenasah
Di lehernya kami mencium
bau ludahmu, tuan
Berkaum-kaum kami membuat barisan
Kumpulan penuh berkah. Berkuasa
atas sekalian yang menjadi suci
Juga cara mengasah pisau
Buat Drawing Herry Dim
Lidah orang suci
Hitam seperti jeruji
Cerita Selendang Ibu
Selendang peninggalan ibu bertumpuk
di rendaman air cucian. Air yang mengalir
dari lubuk ingatan. Bapak selalu membilas
selendang ibu dengan tangannya yang masih
berdarah. Sehingga selendang ibu berwarna
merah. Warna yang mengundang
para arwah
Serupa zombie mereka. Mengepung rumah ibu
Mencari-cari selendang ibu. Selendang dalam
jantung kesumat dan muslihat. Selendang
yang kata bapak dulu dipakai ibu menari
Tarian darah silsilah merah
Selendang peninggalan ibu bertumpuk
di lubuk ingatan. Lubuk berair gelap
Dari gardu bapak selalu mengawasimu
Juga lasykar dan ksatria
tak berkepala itu
Menderu kuda-kuda perang mereka
Selendang ibu sepanjang jalan
Tak hilang dendam sepanjang badan
Marnixstraat
Jantung dingin berkaki hujan
Langit putih rambut angin
Maut sayang dipeluk ingin
Melambai ibu di kejauhan
Musim gugur pohon basah
Mantel biru tubuh perempuan
Teringat kau di ujung jembatan
Manusia membelah di pucuk lidah
Lembut engkau berkuasa di bayang
Pemangsa berdiam di seberang angin
Di muka gerbang musim dingin
[1] Disalin dari karya Ahda Imran