Pulang – Nasib Kata-kata – Palu Hujan
Pulang
Pada ibu yang bernama rindu,
kulalui dengan mata perih di jalan berdebu
dengan semangat menggebu, dan menderu
selalu namamu dalam mesin kalbu.
Dan waktu bagai mogok bus menghambat pulangku
dengan lamban seribu lelah dan rindu menuju kamar ibu.
Nasib Kata-kata
Kata-kata bunuh diri dalam kampung ingatan, setiap dukaku menulis
puisi tentang peluh darah orang-orang kuli sawah, atau tentang keasinan
hati kaum tani yang selalu cemas pada langit dan doa-doa.
Karena, mereka lahir dari tanah sawah-ladang, dan hidup dari padi-padi
dan umbian. Maka, langit musim hujan adalah keuntungan hidup di
masa depan. Sebab, hujan adalah tetes keringat berkah tuhan yang selalu
dirindukan.
Tetapi, kata-kata selalu bercerai di dangau ingatan. Setiap kali kusesap
darah sedih mereka di kampung. Agar tidak semata menjadi kerapuhan
kenangan, tetapi musti kekal makna-makna peluh kuning mereka dalam
puisi dan ingatan.
Palu Hujan
Matahari haru di kelopak mata langit kelabu
seperti tak ada keasingan
palu-palu hujan memukul punggung siang
dengan air meluber di wajahku.
Lalu mengalir ke muara dadaku
membikin dingin batu-batu tenggelam
ke hati paling dalam.