Pengakuan Raje Kecik – Menyimak – Saling Membaca
Pengakuan Raje Kecik
kulepaskan johor dan singapura
kasih yang sehasta dari kematian
tak belanda tak inggeris
akan lagi memiliki diri
di sini telah kuhanyutkan daulat
depunta hyang sampai parameswara
di siak mengabadikan impian
sumatera bersumpah setia
sambas di pinggir Kalimantan
janji sekali jadi
tak dapat terlupakan ayahku
terbujur hancur dalam kisah kabur
apa salah saudara-maraku yang lain
ditebas dalam bingung
ajal dari takdirnya
aku pun harus mengendap
menziarahi pusara ayah
yatim dari yatim
bersama bunda cik pon
digantung tidak bertali
akhirnya di pagaruyung
bersambung meneruskan silang
jambi ke palembang datang mengenang
muara takus bayang-membayang
martabat dijodohkan waktu
terlambat dua kaki dari doa
harapan mendahului langkah
hasrat di barat bengkalis
yang senantiasa menangis
geram berlapis-lapis
kuabaikan bendahara
terbunuh dalam kuasa
kupersunting bungsunya kamariah
ratu di hatiku satu
saudara kandungnya
dan tengku tengah
putus-putus membuat ulah
ke bintan aku bukan mengalah
mengelak dari ceroboh johor
air tumpas dalam tempayan
bersilang suara dengan jiwa
tak cukup berat untuk ditimbang
tak kujadikan segantang
di tanah kelahiran hang tuah itu
tanah demang lebar daun berseru
kembali tun abdul jamil berpadu
berpikir kerja dan jaya akan sehala
dayung dengan piyau
kebat dengan ikat
sebati tak berperi-peri
lagi maaf mendapat tempat
khianat menjadi alat
dan tengku tengah bersubahat
menjilat bugis dan belanda dan inggeris
untuk sebuah lambaian pun
terhumban
isteriku kamariah ditawan perasaan
memang tak putus air dicendang
pisah kiambang bertaup
mudik haruslah menghilir
bersauh pada air
terbang kembali ke kubangan
selat melaka menjadi saksi
aku menolak perangai
penjajah yang bermain pandai
lurus kelengking berkait
kecik panggilanku
abdul jalil rahmadsyah gelar diberi
akan pernah kalah oleh ulah
akan sumbang karena tingkah
kupersembahkan siak seluruh
sandaran ratusan juta manusia
pada akhirnya aku harus pergi
berjarak setipis kulit
tempat yang bernama datang
Menyimak
helai suara
engkau titipkan pada malam
kujalin bersama siang
sekawanan harapan
begitu cepat menua
hari-hari penuh teka-teki
mengutip setiap tanda tanya
semua yang tampak
juga pada gerak
didahului laku berkehendak
tak sampai di jawab
tiba di sebab
telingaku
begitu saja menyerah
ketiadaan yang tidak berbagi
mata pun menyembar bunyi
cahaya ke dalam nada
dengan sekelebat takzim
kepada hati
disebabkan kewaspadaan
keinginan untuk dicermati
jadilah dengan dan lihat
ditambah jiwa siap bermadah
suatu kesimpulan
beragam-ragam perbedaan
bagai puteri remaja
ingatlah
bagian engkau dan aku
kita
dilupakan komat-kamit mulut
senantiasa ada
makna telah menjadikannya diam
dalam berbagai sangka
tereja sebagai gelora
yang begitu pencemburu
kepada bayang-bayang
bertemu antara tahu dengan paham
ingatan hendak bersemayam
Saling Membaca
hendak membaca apa yang kubaca
yang kubaca
lebih dahulu membaca
yang hendak kubaca
kami saling membaca
membaca dan membaca
membaca
apa yang dibaca
dibaca membacakan membaca
membacakan yang dibaca
dibaca dibaca yang membacakan
membacakan dibaca dibaca
membacakan dibaca
membacakan membacakan
dibaca membacakan
tak terbaca-baca
tak
terbaca-baca
pun kemudian hendak membaca
yang tak kubaca
yang tak kubaca
mau aku baca
tak baca aku
tak mau aku
mau tak baca
baca tak aku
aku tak mau
baca tak mau
mau aku tak
baca mau tak
aku baca tak
aku baca mau
baca aku mau
mau aku baca
tak hendak lagi
apa yang aku baca
tak hendak lagi
apa yang tak aku baca
aku membaca aku saja
hendak
Kecik adalah ahli waris Kerajaan Johor-Riau (termasuk Singapura),
memerintah selama 1717-1722 sejak ia berusia 17 tahun. Ia kemudian
mendirikan Kerajaan Siak, Riau, pada 1722. Ia selalu dinisbatkan
sebagai penyambung zuriat Kemaharajaan Sriwijaya yang kembali ke
Sumatera.
Ikram Jamil menetap
di Pekanbaru, Riau. Buku-buku puisinya adalah tersebab
haku melayu
(1995) dan tersebab
aku melayu (2010).