Ujung Berung – Suara di Kejauhan – Malam di Bandung – Mengurung Murung
Ujung Berung
Suara air jatuh
Langkah runtuh
Bukit-bukit menyimpan sakit
Selembar angin
Tersimpan di badan
Bandung di kejauhan
Malam yang menelikung
Air mencair jadi es
Malam membeku
Kedipan lampu
Orang-orang yang merapat
Di kesibukan
Kerumunan kendaraan
Menghilang di kerlip hujan
Air masih mengalir
Sunyi merakit kenangan
Aku sendiri di sini
Sebuah jalan tanpa ujung
Wajah-wajah perempuan
Berlintasan di kepala
Mungkin masih ada puisi
Yang muncul di rimbun pohon
Atau di pematang sawah
Tanpa keringat
Aku menjerat dirimu
Di kejauhan
Dan Bandung menyala
Seperti titik-titik cahaya
Pecah di mata
Suara di Kejauhan
Engkaukah yang berangkat?
Saat malam gelap
Mengendap di lempung kota
Dan jalanan terus menanjak
Menahan jejak
Suara menghilang di punggung bukit
Melupakan rasa sakit
Sesaat lalu-lalang menghilang
Jalanan jadi sunyi panjang
Menambat dalam napasmu
Engkaukah yang berangkat?
Saa makin berat
Dan langkah seperti kehilangan
Keringat
Bandung-Ujung Berung, 2014
Malam di Bandung
Angin melipat tengkuk. Bayangan
rumah meringkuk. Canda anak-anak,
senyum rekah dari istri. Aku sendirian.
Tertenung kerlip lelampuan. Udara
yang basah, rapat kendaraan, suara
langkah orang yang tak selesai di-
tangkap. Dingin merapat dengan
kalap. Perempuan-perempuan muda,
dengan pakaian warna-warni. Aku
membaca sketsa kota, tenteram
dalam kerlip cahaya.
Malam di Bandung. Relung-relung ke-
nangan berpendar. Jalanan mene-
likung. Waktu seperti bersandar di se-
buah tikungan. Merapat murung.
Bandung, 2014
Mengurung Murung
Di depan jendela
Hujan terus jatuh
Aku mengurung murung
Pada cuaca
Menghitung waktu
Yang menjalar di tengkuk
Batang pohon mengkilap
Seperti sebongkah es krim
Yang kau cecap
Ingatan demi ingatan
2014
Rujukan:
[1] Disalin dari karyya Alex R. Nainggolan
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Pikiran Rakyat” pada 18 Januari 2015