Almanakku – Marahku – Di Palestina dan di Sini – Tinggal Sunyi – Di Meja Sapardi – Ibuku – Sentuhan Senyummu – Dalam Sekapan Kenangan
Almanakku
2014
Marahku
2014
Di Palestina dan di Sini
di sini darah pencela mengumbar petaka
kata-kata sebatas retorika, tindakan hampir tiada
ah, Palestina yang membara di tengah puasa
kau kirim warga tak berdosa menuju surga
akibat serangan setan dunia yang suka-suka
dan di sini, banyak yang teperdaya angka
berdoa bukan bagi kemaslahatan sesama
namun hanya untuk diri dan yang dibela
seolah-olah surga itu adanya cuma di dunia
padahal banyak yang mengaku beragama
hanya bantuan doa yang dapat kuberikan
oh, Gaza, maafkan kami yang sangat hina ini
namun doa kami sungguh dan sepenuh hati
Tuhan pasti mempunyai rencana sempurna
dan tak akan memberi azab yang tak terkata
tapi di sini aku sungguh sedang sangat khawatir
saudara kami tengah saling bantai bersama
tanpa hati dan hampir tanpa dipikir!
2014
Tinggal Sunyi
pernah kutinggalkan sebuah arloji yang terhenti
dan kami berjanji untuk bertemu setelah
hari berganti hari terus berganti tapi aku lupa menyambangi
sampai ribuan hari belum juga aku menepati janji
hingga suatu hari ketika aku tiba di pojokan itu
tinggal sunyi
2014
Di Meja Sapardi
sunyi menyepi
bayang-bayang pergi
gerimis belum kembali
dukanya mengabadi
dalam soneta sendiri
menghimpun diksi
merepih hari-hari
jadi memori
2014
Ibuku
dalam usianya yang begitu panjang
ibuku masih suka memintal kenangan
setiap kami bertemu, tak lupa ia kisahkan
teman sepermainan atau saudara misan
yang telah menyongsong dunia lain
ia senantiasa mengisahkan mereka
ini selalu diulang, diulang, dan diulang
tapi kisahnya memang begitu rinci
yang menandakan ingatan yang teruji
bahkan nama mirip dapat ia jelaskan
barangkali ibuku masih tajam telinganya
dan awas matanya sebab dalam remang
ia tetap mampu mengenaliku
tanpa bantuan apa-apa
hanya memang kisahnya hampir selalu sama
sehingga siapa saja tentu akan merasa sia-sia
dan jadi akan bilang bahwa sudah diketahui
tapi apa jawab ibuku?
“Apa iya? Tapi aku kan perlu bicara!“
maka aku pun siap mendengar lagi
dengan sebagian konsentrasi
itu yang kusebut apresiasi
dan ini sungguh ia beri arti
2014
Sentuhan Senyummu
sentuhan senyummu terus merambati jiwa
mengukir hati dengan gerimis bulan lima
sesekali menyentak gairah tak terduga
tapi belum juga tersigi saat hendak kujadikan kata
dari matamu pun sempat kau kirim senyum
yang lalu suka menyelinap di sela malam
berulang mengganggu berkali menggoda
namun masih terus kueja sebuah kata baginya
sewaktu kudengar deru senyummu yang lugu
sempat kuterhempas di palung samudra biru
sampai aku hendak terbang meraih gairahmu
baru kusadari
senyummu tak kau tujukan untukku
2013
Dalam Sekapan Kenangan
hampir tidak ada yang perlu aku beri nama kenangan
keterlemparan dan pertemuan kita hanya semu,
bukan?
kau tahu, aku sendiri pun risau akan jalan yang baru
sedang kau terlalu nyaman dengan masa lalumu
2013
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Ibnu Wahyudi
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Media Indonesia” 22 Maret 2015