Biarkan Maut Menghibur Si Mati – Rumah Kaca
Biarkan Maut Menghibur Si Mati
Biarkan maut menghibur si mati
bagai serdadu becermin bening air
Sesuai tikai sunyi
ketika malam menyeberang pulang
Sepanjang alir sungai
seekor burung menukik naik
berpapasan dengan hari lengang
Saling menerka
Siapa menemu ajal kali ini
menembus riak,
menembus batas dunia dan bayangan
Dalam kapel tua
di muka altar
Seorang ibu khusus berdoa, bertanya,
Mengapa patung maria berdiri di sini
sementara surga jauh tinggi di langit?
Mengapa aku berduka
untuk putraku yang tiada?
Tetapi dua lilin di hadapannya
tetap menyala
Tak ada angin gaib
yang ingin memadamkannya.
Namun hutan seketika jadi biru
seluruh dirinya jadi biru
Suara-suara mendekat
samar terbias hujan.
Ia tatap lagi patung maria
Ia terkenang lagi wajah putranya.
Biarkan maut menghibur si mati
dengan sentuhan
atau tatapan hampa
Sebuah batu gigil dalam riak
tak bisa menyeberang pulang.
2014
Rumah Kaca
Rumah kacaku
menunggu di akhir halaman.
Di dekatnya dulu sebatang pohon,
perdu limau, semak kayu manis:
kelopak bunga
gugur
dalam tangkainya.
Di seberang dinding
kuhibur riang
bagai murung memanggil pulang
Di ujung pilu,
kehilangan datang
dengan senyum gula-gula masa lalu.
Aku menulismu kini
karena hujan hari tiada lagi:
Hujan hari
yang melambungkan angan
ke ranting
hujan hari dengan cermin
bayangan semua orang
hujan hari dengan lari kecil
burung pagi
lari samar yang enggan bulan
Pohon nangka makin tinggi,
helai daunnya gugur pergi
halaman kini
hanya ada dalam sajakku
2014