Lajur Leluhur – Dongeng Pendek Prihal Pasar, Pethel, Langgar Kosong dan Orong-orong
Lajur Leluhur
Wotan
Tarekat para pencinta padi meniti tongkat Sunan Kali.
Saban pagi, mereka menuntun sapi ke barat, ke rumpun lebat
Di mana bukit Surowiti tampak hijau, hijau keramat
Sehijau telaga di timur sawah yang teguh mengaliri denyut padi
Dan membasuh debu dan debul sore hari.
Surowiti
Bukit kapur sedingin kain si mati.
Gua mawar berselimut kelelawar. Demit dan begejil berjubah putih
Tidak. Tidak. Jubah mereka hanya menggigil
Di sisi sebongkah batu sungil di mana makam, kitab, tongkat
Dan suluk Sunan Kali tetap teguh dipeluk kawanan kalong,
Pawang, petapa sungsang dan para petani tenang.
Gesing
Hutan jati serumbuk diri.
Kebuh tebu dan jagung setinggi mimpi. Selirit kali merebakkan
Banger bangkai, di mana kepala kepala pernah bergelundungan
Dan terus bergelundungan tanpa tuan.
Tidak. Tidak. Itu bukan bangkai. Itu badeg, weleg, kepala buntung
Yang gentayangan di gigir sungai,
Piaraan Kiai Gesing – murid Sunan Kali – yang lenyap
Bersama pembantaian hama jagung, ulat tebu
Dan gerumpung jati.
(2014)
Dongeng Pendek Prihal Pasar, Pethel, Langgar Kosong dan Orong-orong
Kembali:
Dawat belajar pada kertas.
Kertas belajar pada kayu.
Kayu belajar pada cahaya.
Cahaya menyelubung, nung ngala nung…
Bulu burung membumbung: Oh, itu gagang dawat sunan gunung.
Lalu ngelilir rancak kidung. Pagi serupa bocah lapar dan bingung.
Ada yang menggelar tikar. Ada.
Ada yang memugar pagar. Ada.
Ada yang menyebar kabar. Ada.
Ada yang mengutuk pasar. Tidak.
Tak semua buruk pada akad dagang dan laku jual-beli.
Tunjukkan aku jalan ke pasar, Kiai. Akan kubeli damar
Damar besar, agar langgar itu tak kering dan kosong.
Lalu kita berbondong mendaras kisah lawas ini:
Syahdan,
Seorang alim memintal tiang dari tatal kayu jati.
Pethelnya menugel leher orong-orong, tapi ia sambung
Dengan kayu dan kasih hingga si orong-orong hidup lagi.
Tiang tatal pun jadi.
Mesjid awal berdiri.
Tapi kiblat mesti dicari.
Orang alim melipat tangan sepi:
Alohumatekno, alohumatukno, alohumatekno, alohumatukno
Tuhan memanggil dengan lambaian dan nyanyian;
Alohumatekno, alohumatukno, alohumatekno, alohumatukno
Orang alim menggiring gending, gong, dan gamelan.
Sore melepas tujuh codot mabuk dari wuwung suwung.
Lima bocah gundul nembang sambil menabuh tuwung.
Burung-burung bermunajat.
Belalang gerumpung menggeliat.
Laron-laron tak leren memohon.
Mereka tersambung lekas
Dengan tipis tilas
Ketika rahasia terkelupas
Dari tangan seorang alim
Dari lam Cahaya sublim.
(2015)

A Muttaqin lahir di Gresik dan tinggal di Surabaya (Jawa Timur). Buku puisinya antara lain Tetralogi kerucut (2014).