Pergi – Pertemuan – Mata
Pergi
Ia dengar suara Bapa yang tak didengar
Kerumunan yang mencemoohnya.
Langit tak akan lagi membuka tingkapnya,
Seperti nubuat, dan cerita yang sedih
Akan jatuh seperti cerita yang bahagia.
Sepucuk epistola, bertahun-tahun kemudian,
Akan berulang dibacakan untuk mengenangnya.
Tak semua orang mengingat ia pernah
Merasa begitu kaya, saat palungannya
Terisi penuh oleh jerami dan doa orangtuanya,
Ketika malam pelan bergeser.
Jika suara Bapa lenyap,
Ia tak tahu apa yang mesti dilakukan,
Sebab perjalanan melewati gurun tak
Selalu dijaga tiang awan.
Dan ia akhirnya ditinggalkan
Sendiri.
Kuk yang dipasang kelak memang ditanggalkannya,
Agar para pendongeng malas dapat melengkapi
Bagian akhir kisahnya dengan sebaris
“Mereka pun hidup bahagia selama-lamanya.”
Dan ia selalu tahu, ia bukan
Manusia atau Tuhan.
Ia hanya seekor keledai bahagia
Setelah menempuh perjalanan begitu panjang
Dan melelahkan, masih sudi memilih
Menjatuhkan diri ke dalam
Tungku yang sama untuk memadamkan lagi
Api dengan tubuhnya.
Pertemuan
Pilatus: “Ergo rex es tu?”
Iesus: “Ego in hoc natus sum, ut testimonium veritati perhibeam.
Omnes qui veritatem audiunt vocem meam audiunt.”
Pilatus: “Veritas. Quid est veritas?”
(The Passion of the Christ)
Dengan ketakutan yang purba
Ia memandangmu dan mencium
Aroma tubuh istrinya
Dalam setiap kata-kata yang keluar
Dari mulutnya.
Udara begitu dingin,
Bapa.
Pernah ia memujamu dengan
Terang tiang api seperti
Wahyu yang diterimanya
Lewat mimpi.
Serahkanlah aku
Pada orang-orang
Yang mengelupas kulitku,
Yang mencongkel biji mataku,
Yang mengunjukkan cawanmu
Ke hadapanku.
Tapi terlalu rumit engkau
Bahkan untuk dipahami
Para penyair, terlalu gentar
Ia mendukung revolusi,
Terlalu dewasa ia untuk menanam
Biji sesawi dalam hatinya, meski
Tak tersisa semua yang disembunyikan
Horatius dari hadapannya.
Langitmu yang terbuka,
Bapa, biarkan menyerap
Gelap yang menyergapku.
Dan sabda lenyap di dalam angin.
Dan manusia-manusia mengecil di
Hadapanmu. Dan masih engkau pedulikan
Julukan yang kelak disematkan kepadanya;
Kondemnator atau gubernator.
Sinagogamu, Bapa, adalah sinagogaku.
Aku adalah kesedihan yang kaujaga
Dengan airmatamu.
Engkau menerimanya.
Ia membiarkanmu keluar.
Aku melihat Bapa menelan suaranya
Dan membiarkanmu berjalan sendiri.
Mata
Adakah abu kembali kepada abu?
Adakah jiwa terbang ke surga?
(Gustavo Adolfo Bécquer)
Ia membuka matanya ketika mereka
Tertidur. Yang hitam dan yang kuning
Berbaur seperti nyala di atas bejana.
Untuk menyelamatkan para penggali
Dari hujan dan angin utara, tak perlu
Ia menggigil atau munafik. Detak jam,
Suara seisi kota dan derit keranda masih
Terdengar jelas, berbaur dengan lengking
Sangkakala di pintu surga. Lelah yang pasi
Menyelinap ke tengah langit yang
Sibuk membaptis ulang satu demi satu
Orang kudusnya. Ia membuka matanya
Dan menghapus sisa doa di keningnya.
Ia membuka matanya dan menyambut
Pelukan malam yang penuh jelaga.