Ujung Pedang – Orang Singkuang – Monolog
Ujung Pedang
nasibmu ada di ujung kilatan pedang tajm,
jauh sebelum salib tersangkut di dinding katedral,
seperti batang tubuh sepeda tua yang menggigil,
usai dibenamkan ke sungai yang timbul tenggelam
kaulah nasib yang tercatat dalam kitab masa lalu,
aku perahu kematian, yang siap bertolak membawamu
telah kuundang para penujum di kampung ini,
untuk menandai isyarat di kerut keningmu
lalu kauserulah para datu, agar memanggil begu,
yang kerap menyekutuimu dalam mimpi buruk
sebab begu tak akan bisa sebagai pelindungmu,
sebab geletar yang tumbuh di kerjap matamu kelak
sebentuk gabak hitam di kerampangmu,
yang dihembus-hembuskan para datu
dan nasibmu pun telah di ujung pedang,
yang tersangkut di tiang salib yang gaib,
seperti sebatang tubuh sepeda,
yang menggigil putus asa.
Orang Singkuang
bagaimana kami menetau-menebas rimba,
sedang dalam diri kami masih ada suara,
auman beribu ekor harimau bermata tajam
harimau yang juga kerap mengaum dalam dadamu,
suara yang menggetarkan para penghuni kampung,
mulai orang mudik dan orang di hilir kuala yang murung
dan sarang burung walet di Si Barasok,
tak cukup membuat mata kami berkaca-kaca,
sebab hanya membikin kami berputih mata
lantas akan kami bekap dia, Angku,
dan kami seru pada datu,
kami seraya dukun kampung,
kami minta petunjuk darimu;
wahai harimau, pukimak kau!
Monolog
aku ingin bersaing dengan andalkan taring,
maka kukuakkan segala tenaga hening
kucupakkan papan penghambatnya,
agar tercabut paku dari kerampang palu
dan gigi gergaji telah siap tubuh begapnya yang ingin,
sesegera mungkin mengigit dadamu yang masih dingin
sebab pertarungan bukan sekadar umbar,
tangan kanan-kiri yang panas bergeletar
dan kau tentu paham bagaimana membaca siasat,
bagai isyarat yang pernah diwahyukan sebentuk tongkat
terbekatilah linggis yang dikultuskan bagai malaikat,
pencabut ruh dalam tubuh paku yang lekat dan erat
terkutuklah palu yang dibabtis,
sebagai penghunjam dendam paku
maka kau pun berdoa serupa nada sabda:
“berilah aku seratus empat belas surat,
separuh di tangan kanan, separuh di kiri,
biar terberkati segala yang sakit,
sebab sungguh berat ayat-ayat ini”