Bagaimana Jika – Pagimu dan Stasiun – Satu Mingguan
Bagaimana Jika
Bagaimana jika,
samar adalah jelas yang menyamar?
Bagaimana jika,
lalu adalah kini yang terlalu?
dan, nanti ialah sekarang yang menanti?
Bagaimana jika,
soal adalah jawab yang menyoal?
Bagaimana jika,
ampas adalah daging-daging pikiran yang terampas?
Bagaimana jika,
hewan adalah manusia yang hewani?
Bagaimana jika,
manusia adalah hewan yang manusiawi?
Jika indiividu adalah kelompok yang individualis
Lantas bagaimana jika,
aku adalah kamu yang mengaku?
Bagaimana jika…
tanyaku habis dihabiskan tanya?
Bandung, 8 Maret 2015
Pagimu dan Stasiun
Pagi yang kaubuka dengan manusia-manusia pagi
dari bangku stasiun tempat kau bermalam
melihat yang bisa begitu lelap,
oleh sebab telah berkawan dengan keramik dan koran
sama hangat dan empuk,
seperti awan-awan nirwana
Kaubuka pagimu dengan doa
sujud bersama mereka yang hendak
berterimakasih atas dingin yang sehangat angin malam
atas tirai-tirai hujan sepanjang malam
atas malam berselimut debu-debu jalanan
atas ada-tidak deru yang silih berganti
Bandung, 2 Maret 2015
Satu Mingguan
Aku,
mencari koran Minggu
di pasar Senen,
suatu hari Selasa,
dan menemukannya di hari rabu
Adalah padanya, sajak Kamis-an,
yang digubah pada sbeuah Jumat
oleh penyair yang bacakan puisi nanti Sabtu
Bandung, 7 Maret 2015
10.55WIB
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Kelsi Sawitri
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Pikiran Rakyat” Minggu 11 Oktober 2015