Tuas Angin – Dilarang Masuk – Dilatasi Waktu – Dalam Gelap – Nokturnal – Teh Pagi
Tuas Angin
jika ingin berbelok ke kiri
kamu perlu menarik tuas ke arah kanan
dunia menciptakan keterbalikan
dan kamu akan membawaku ke mana?
arus menghadang
menghadirkan kenangan
angin selalu berusaha membelokkan tujuan
sekuat apa kamu teguh denganku?
sementara teguh di depan sana
sekumpulan orang melambai
mereka meminta pertolongan
atau memberi bantuan
bisa saja arus tak menepikan apa-apa
kita mengalir
mengalungkan duka dan suka bersamaan
menembus setiap kerumunan
dengan menutup telinga
SudutBumi, 2015
Dilarang Masuk
masa lalu menjadikan tubuhku dua
pikiran bercabang-cabang melebihi seharusnya
belum lagi kekinian yang mengejar
untuk tepat waktu
seseorang menutup pintu
yang seharusnya terkunci sejak lama
aku memaksa masuk
menarik kenangan agar tetap bertahan
menemani hidup dengan sisa senyum
SudutBumi, 2015
Dilatasi Waktu
jam dinding memang sudah mati
tapi, mengenang kepergian
serupa membangkitkan goncang
gemuruh dada juga air mata
untunglah matahari memeluk tubuh
sinarnya menghangatkan setiap
jendela rumah yang nganga
waktu terus melaju meski arloji
kehilangan daya ungkap masa lalu
berkejaran melintasi jerat diorama
menyela setiap penanya
berlarian selundupkan cinta tersisa
waktu dan kamu menjelma
ruang tenung tak berujung
dilatasi kembara
kepasrahan semesta raga
SudutBumi, 2015
Dalam Gelap
hujan mendatangkan nyala api
menghadirkan bentuk bayang-bayang
ketika pilihanmu menjadi abu
jangan pernah salahkan takdir
ia membebaskanmu menyukai apa saja
termasuk lebur dalam dosa
SudutBumi, 2015
Nokturnal
kami menunggu jamuan dimulai
satu per satu tamu berdatangan
seorang perempuan tiba
membawa pundak penuh mantra
ia mendesis panjang
tak ada yang paham maksudnya
muncul laki-laki tua dari pintu masuk
memanggil-manggil sebuah nama
tak ada yang peduli dengan teriakannya
angin menasbihkan nama suci tuhan
pertemuan belum dimulai
malam semakin berisi
dan suara air di ujung lembah
mewujudkan gigil
dari dinding kadipaten
sosok yang ditunggu singgah juga
ia berhasil menurunkan hujan pekan lalu
tubuhnya transparan
meliuk-liuk diterpa gumam pendatang
sayap di tubuhnya mengembang
sekelebat memutari ruang pinang
baru saja berkah dilemparkan
dan kami berebut masuk dinding itu
SudutBumi, 2015
Teh Pagi
aku menyeduh rasa rindu
mengaduk-aduk kenangan
bersama waktu terus melaju
aku meneguk kehangatan
hadir melalui ruap ratap
melipat harapan untuk
pertemuan selanjutnya
SudutBumi, 2015
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Dian Hartati
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Jawa Pos” Minggu 11 Oktober 2015