Pengantin Angan-Angan – Pengantin Impian – Pengantin Sunyi – Pengantin Bayang-Bayang – Pengantin Air Mata
Pengantin Angan-Angan
: – Theresia
Terlalu lama nyanyian kegalauan kunikmati
Suara-suara penyayat luka pun menggema
Lekat bertabur di dalam kesepian malamku
Dan sendiri aku bertahan dalam kesunyian
Lalu apa yang meski kubisikkan di telingamu
Tatkala kegelapan rata di pandang mataku
Tak bisa lagi kulihat dan kutatap dirimu
Sesal pun kualirkan di setiap desah nafas
Terlalu lama irama peradaban kuredam
Pada bening matamu pada kegalauan jiwamu
Cerita dan kisah di antara kita terasa perih
Manakala waktu terus beringsut dan bergeser
Sesekali menghardik kesadaran dalam lamunan
Dan angan-angan pun sepertinya mengabadai
Menyimpan serapat mungkin keragu-raguan
Mempersaksi masih ada cinta di antara kita.
Jogja, 2015
Pengantin Impian
: Noeristra
Saat kepastian masih sebatas tawar menawar
Ketika segala bebungaan tak menyisakan aroma
Segala mimpi tak harus disulap jadi kenyataan
Seluruh harapan tak boleh menggantung kepastian
Kendati hati terkoyak oleh kecamuk rasa cinta
Dan manakal kalah menang tak bisa dipastikan
Terlebih tatkala gemerincing air tertahan bebatuan
Kita pun harus ikhlas melambaikan kedua tangan
Betapa pun dedaunan tak lagi terasa menyejukkan
Dan warna tangkainya semakin samar-samar di mata
Langkah kaki tak semestinya lalu ditarik mundur
Lantaran cinta tak bisa dipertautkan kembali
Dan segala keinginan dan hasrat harus dicapai
Hingga pertarungan hati dan jiwa mencapai batas
Menyentuh tepian yang telah pasti terjanjikan
Dalam sebuah pertempuran impian demi impian cinta
Jogja, 2015
Pengantin Sunyi
: – Anastasia
Telah kutetapkan pilihan bagi diri ini
Kesendirian dan kesunyian memperperih jiwa
Tak bisa lagi kuharapkan segaris senyummu
Sebab hidup dan cinta tak sebatas keinginan
Dan angin perlahan-lahan membisikkan kabar
Tak boleh tak seharusnya melukis keinginan
Sebatas hanya di alis mata sebatas di kening
Apalagi mengenang kecupan yang tertiup angin
Sekarang telah rapat kusedekapkan tangan
Setiap derita telah kubaurkan di dalam tubuh
Serupa kerdipan matamu penanda ketakberdayaan
Manakala berkehendak menepikan selarik nasib.
Mempertegas hidup tak sebatas helaan nafas
Dan kegelapan kubiarkan menutup bola mata
Mengantar desir angin malam menuju kesenyapan
Mempersaksi cinta yang tak bisa diurai dengan air mata
Jogja, 2015
Pengantin Bayang-Bayang
:- Agustina
Sampai desah nafas tak kedengaran lagi
Sepi dan sunyi semakin menusuk-nusuk hati
Entah hadir dari mana sehingga menanti
Dan menanti terasa sulit untuk dimaknai
Rumah tak lagi memberi kesejukan dan kabar
Di setiap tiupan angin tak juga memiliki arti
Lalu kesendirianku hendak didengar oleh siapa
Manakala dirimu senantiasa memejamkan mata
Terbaring seorang diri di kegelapan malam
Membayangkan perempuan-perempuan masa lalu
Menjadikan gigil tulang seakan-akan terdengar
Dalam dingin gemetas mendesah sepertinya bertanya
Siapa memulai siapa menciptakan jarak pemisah
Di antara kita seperti tak mungkin lagi berjabat
Meski terkadang jiwa suci masih setia menanti
Meski hanya tinggal serpihan-serpihan harapan
Jogja, 2015
Pengantin Air Mata
:- Priscilia
Tak perlu kita sesali pertemuan ini
Hanya dikarenakan jarak yang telah membentang
Mempersempit sekaligus membatasi langkah
Sehingga jarak di antara kita kian nyata
Mengisyaratkan tak boleh air mata menetes
Sebagai penanda ketakberdayaan hati dan jiwa
Meski diyakini kita masih bisa mengais bahagia
Di tempat yang tak setiap orang bisa memahami
Rasa sunyi yang hadir bersama tiupan angin
Pada saat kita sedang menghitung kemungkinan
Ketika kita duduk bersanding berdampingan
Sesekali beradu punggung karena kegalauan
Gelisah terasa seperti merobek-robek kulit
Menusuki tulang-tulang memperperih diri
Dan menjadikan kita sering salah mengartikan
Firasat dan isyarat yang dikabarkan oleh angin
Jogja, 2015