Jembatan Suramadu – Telaga Pancor – Lelaki Sunyi
Jembatan Suramadu
langit di atasku mengirim sajak
ke telinga selat yang diam,
“aminilah tiang-tiang beton
yang menancap di kedalaman
sambil berguru kepada ikan-ikan
bagaimana doa dihatamkan
dalam golak gelombang“
rusukku yang melentang diapit sepasang pulau
menyeberangkan kisah dan banyak lagu
mencampur garam dengan kepulan debu
hingga asin yang dahulu
tak lagi dikenal lidah ibu.
langit di atasku mengirim surat
ke tanah garam yang lengang
“pandailah kau menyimpan airmata
di sela jejak sapi karapan yang mulai terlunta
gong dan saronen seruas tinggal rangka
digantung di pojok rumah
sebatas alamat pulang para arwah“
ketahuilah panjang dan diamku seperti ular
menyimpan bisa, membidik mangsa
berpura-pura di balik lampu yang nyala.
Madura, 2015
Telaga Pancor
aku mengunjungimu dengan kata-kata
ditebar menjadi sapa, antara sisir air
dan angin yang menepi ke daun semanggi.
ikan-ikanmu membacanya dengan riang
mengajakku berenang mencari makna
yang paling dalam.
kusibak heningmu dengan tangan putih
sebungkus nasi tanpa lauk dan terasi
kutabur ke rahim airmu yang biru.
ikan-ikan menyantapnya lahap
hingga ia juga melepas kata-kata
seperti doa, semoga kelak di hari yang rahasia
air ini membasahi kerontang dada
dan menenggelamkan segala dosa.
Sumenep, 07.11.15
Lelaki Sunyi
kesunyian melahirkanku sebagai lelaki.
duduk meretas cahaya sore
di meja kecil bundar yang disaput debu,
hanya ada satu kursi dan secangkir kopi
waktu mempersilaku hidup tak dengan siapa
bertetangga pohon
menjumput daun, berkekasih ranting
menunggu pucuk menjulur buah.
kesunyian melahirkanku sebagai lelaki.
menanam air mata di sepetak dada
mencoba terus tersenyum
atas tiang-tiang yang tumbang
di dekat meja kecil bundar,
sambil terus kusimpan kisah luka
sejak dari rahim bunda
sampai di lengang pintu rumah.
Dik-kodik, 05.11.2015
Rujukan:
[1] Disalin dari karya A Warits Rovi
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Media Indonesia” Minggu 6 Desember 2015