Kubur Penyair – Kobhung
Kubur Penyair
Di kubur penyair, kata-kata tumbuh
seperti pohon. Akarnya menghunjam
ke masa silam. Daunnya menjulang
ke masa depan. Dan burung-burung
bertekukur di ranting-rantingnya yang
rimbun. Tidak ada bulan di atas kuburan.
Langit gelap mengurai kalimat-kalimat muram.
Dan bintang-bintang berpendar-pendar
di malam yang harum.
Di kubur penyair, bunga-bunga yang
ditabur mantan pacarnya tumbuh
menjadi puisi. Semerbaknya bagai suka
dan duka. Nisan-nisan kesepian
meratapi kesedihan melawan kata
yang belum selesai dirangkai.
O, betapa malang penyair
yang dikubur bersama puisi-puisinya.
Yogyakarta/#KampusFiksi, Maret 2015
Kobhung
Di ruang 4×8 ini, anakku!
Aku mencipta kata-kata
untuk bulan, untuk maut, dan untuk pagi.
Aku mengenalkan nama-nama segalanya padamu;
nama anggitan ilalang, tiang bambu,
rerampatan selamatan, celurit bulan
yang miring ke selatan, candik ala
yang celaka, dan nama-nama dunia
yang bagus ini.
Anakku terberai di kota-kota;
di tapal batas malam hari
di tapal batas dini hari.
Kelak kau akan merindukan bubur merah-putih
dan padi yang melambai dari do’a dan kutukku.
Perutku adalah rumah asalmu.
Di sini, kau bagai bermain di taman;
kau bermain air, bunga-bunga,
dan kau mengejar kupu-kupu yang terbang
dari hatiku ke hatimu.
Karena itu, meski kau jauh.
kau masih di hatiku, anakku!
Setiap waktu, kuputar-putar biji tasbihku.
Kusebut-sebut namamu
layaknya menyebut nama Tuhanku.
Yogyakarta/#KampusFiksi, April 2015
Catatan:
Kobhung adalah gubuk yang terbuat dari bambu yang berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat shalat, dan tempat menaruh harta benda.