Pulauku I
Pada pulauku, kemarau merentang panjang
Tak dapat dijangkau oleh tangan musim
Meskipun laut mengulur lidahnya ke utara
Merasa tak pernah kalah pada wajah langit
Yang mungkin lebih muda baginya sedikit
Pada pulauku, pagi dan sore menyimpan terang yang
sama
Matahari berjalan menggiring senja mencari
bayangnya
Dan menepis segenap cahaya yang menggoda
Orang-orang saling bertemu membuka dada
Sebagai semesta
Pada pulauku, ombak hanya tinggal gemuruh
Sebagian sibuk merencanakan provinsi di tengah
kepentingan
Pembangunan dan kesejahteraan ekonomi pribadi
Orang-orang berpengaruh saling memadu lidah
Menjilat bahasa kesepakatan
Yang mungkin hanya akan membuat kaum lemah
Akan terpinggirkan
Pada pulauku, tanah sajadah kian kerontang
Dan kelak mungkin akan terbakar
Oleh rencana-rencana seekor ular
Madura, 2015
Pulauku II
:Sumenep
Pulauku,mungkin kau masih hijau
Tak akan melupakan wasiat waktu
Meskipun telah direncanakan menjadi ibu kota
Sebab di setiap gedung-gedung kuning tua
Tempat pertapaan para raja
Leluhur dan para wali masih kokoh bersila
Masjid agung dan pendopo
Berapakah usiamu?
Tolong berbisiklah kepadaku
Agar para pelancong tidak menggulungmu seperti
batu
Di setiap kembang yang mekar
Di jalan-jalan kampung penuh belukar
Betapa setiap yang lewat tetap tenang
Tidak merasa takut pada bayang-bayang
Sumenep, 2015
Selepas Hujan
Terkubur di Rambutmu
Selamat pagi, kudengar bisik hujan
Setelah murung wajahmu terpantul di atas awan
Apakah mendung pernah tersesat
Membuat yang dipertontonkan ikut mengkilat
Petir menyambar kepala pohon
Merasa dunia tak pernah aman-aman
Kesedihan pun bergemuruh dalam ketakutan
Selamat siang, langkah hujan beranjak sepi
Menyusun kembali wajah langit yang pucat pasi
Dan kau kota impianku
Ayolah jangan terus menutup pintu
Ajaklah kampung-kampung ikut bermain
Agar dapat menjadi tetanda
Dan pelan-pelan menampung apa saja yang ada
Selamat sore, sisa basah kian terlepas dari tubuh
tanah
Dan betapa gampang melihat kembang tumbuh
Meskipun malam membikin kehangatan runtuh
Diterpa dingin menggelembung di sebuah ranjang
Selepas hujan terkubur di rambutmu
Subaidi Pratama, lahir di Sumenep, Madura, 11 Juni 1992. Puisinya dimuat banyak media dan terkumpul dalam antologi Festival Bulan Purnama Trowulan Mojokerto 2010, Bersepeda ke Bulan Yayasan Haripuisi Indonesia 2014, NUN Yayasan Hari puisi Indonesia 2015. Kini mengelola Komunitas sastra Malam Reboan di Kota Malang.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Subaidi Pratama
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Media Indonesia” Minggu 13 Desember 2015