Boom, Dermaga bagi Peristiwa
I
di tanjung, di darat Tuban yang ujung
gending melengking, asap dupa dipuja-puja
penanda peristiwa agung akan dibangun
ada wajah-wajah tengadah
di pantai, mereka memanggil sepoi
angin utara yang bakal mengabarkan sejarah
“o, pada hari terik matahari pada waktu di kalbu
haru
kami panggil kau tuan, di tanah ini dipersilakan
membeli getah siwalan dan pohon gaharu“
II
orang-orang asing datang bagai angin
dari jauh, mereka hendak berlabuh
di tanah subur kami matanya meruncing hatinya tak
bisa berpaling
dari Cina juga Hindia, dari daratan-daratan utara
bertambat kapal-kapal seperti mengekal
di sini seabadi tujuannya; dagang, menyebar
agama-agama
ada juga dari tempat lahirnya nabi
dan peradaban-peradaban yang mereka sebut islam
orang-orang Arab dan kaum Parsi
III
tetapi ada yang mengingkari janji tertulis
dengan senjata dan kejahatan rupa-rupa
dari Eropa; Spanyol sampai Portugis, Belanda, dan
Inggris
dan rempah-rempah ditukar dengan darah
“o, raja-raja dibunuh, dan kami yang rapuh
senyum ditimbun, hasil tanah dijarah“
IV
kini, di dermaga ini kapal-kapal tinggal bayangan
dan peristiwa itu seperti waktu, kian hari kian
berlalu
angin utara sepoi dan kembali aroma pantai
menyejukkan
di tanjung, di darat tuban yang ujung
dermaga memanjang, macam-macam peristiwa
diriwayatkan
dan kami menamainya boom
Tuban, Oktober 2015
Makam Ploso*
Di makam ini, kesunyian menyerupai kata kerja.
menjerat, mencekik, memukul-mukul dada, dan
ujung-ujungnya memenjara.
Ketika pepohon mendongak seperti berdoa
tengah malam buta, tengah malam tanpa suara apa-apa
sang sunan bersila memejamkan mata
Sunanku tengah jatuh cinta. jatuh cinta pada yang
mencipta dirinya.
ia istirah sebagaimana tanah-tanah mengasingkan
diri dari hujan
atau gesekan ranting pada ranting menepi dari angin hari
Sunanku membutuhkan senyap untuk terbang
dengan sayap
Sunanku membutuhkan hening untuk hilang di
tengah angin
lalu menyatu pada tuhanku
Sunanku menyatu pada tuhanku
di makam ini, di mana sepi siang tak ada beda
dengan dini hari.
Bantul, 30 mei 2015
*Makam Ploso dikabarkan sebagai makam sekaligus pertapaan Sunan Kalijaga, tepatnya di Desa Medalem, Kabupaten Tuban.
Hujan Datang, Hujan Sui Su Yan
Kota-Tuban acap kali hujan pelan
Sui Su Yan datang dengan payung merah darah
jalan pelan dari kelenteng bersuwung naga dua
Kami hendak beranjak, Sui Su Yan
sebungkus angpau di selempang
mari ajak kami pulang tanpa basah selendang
kekasihmu kematian, katamu Sui Su Yan
kelopak mata kelopak bunga bermiripan
di keningmu kami membaca bulan remuk redam
Tuban, 2015
Daruz Armedian, lahir di Tuban, 28 November 1996.Mahasiswa Filsafat UIN Sunan Kalijaga ini bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY) dan aktif mengelola Komunitas Sastra Sunnatunnur (KontraS) sambil berusaha menghidupkan sastra di kampungnya.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Daruz Armedian
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Media Indonesia” Minggu 17 Januari 2016