Petilasan Grudha – Sebuah Ingatan
Petilasan Grudha
– Sunan Prawata
Panas matahari cuma sampai di
Rimbun daun. Tepian kolam
Tak mengenal kemarau
Parau gagak dan risau prenjak
Berjatuhan dari dahan gayam
Dari batang-batang nyamplung
Dan akar-akar beringin karebet
Yang menjuntai
Telaga luas di bawah gunung
Disinggahi belibis, pelopel, blekok
Cangak, kuntul, dan bangau
Terbuat dari apakah kenangan?
Sebaris nama barangkali cuma dikenal
Dalam pahatan nisan yang lembab
Berlumut atau di batu-batu yang
Ringkih dihajar kemarau
Magelang, 2015
Sebuah Ingatan
Langit jingga ketika Magrib hampir tiba
Majapahit runtuh, tapi bata-bata
Gapura utuh dengan ukiran rumit serumit
Akar beringin berpilin yang melilit menjuntai
Ke tanah dan daun-daunnya rimbun rembuyung
Menaung
Di muka pura sepasang patung anjing berjaga
Setelah berkeliling cepuri, lalu berwudu
Gathak azan dan Gathuk qamat
Kelam menimbun kolam
Anggrek, andong, argolubang,
Noja, sekar nala,
Nagasari, cepaka yang harum,
Claket, dan bunga rajasa
Ruken, ragaina
Klurak, kalak, kanigara,
Kemuning, kenanga,
Delima wantah mengurai harumnya
Dilem, ngambartluki, seruni, wungnyan
Wratsari yang tajam menusuk,
Pacar cina dan pudak menguar
Ia teringat adik bungsu yang tiap pagi
Mengajak bunga-bunga berbicara
Yang pandai mengurai aroma rempah
Menjadi wewangian juga sebagai bumbu
Masakan
Magelang, 2015
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Hasta Indriyana
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Kompas” Minggu 14 Februari 2016