Kita Meraba Dunia dengan Kata
Kita Meraba Dunia dengan Kata
Kita meraba dunia dengan kata
Menyentuh apa pun dengan kata
Bila kau menyentuhku dengan kata
Hilanglah kemurnianku
Wujudku makin sementara
Dan kesucianku tinggal gema
Bila aku merabamu dengan kata
Lenyaplah wajah aslimu
Keanggunanmu pudar sirna
Mati tersalib umpama
Kata-kata
Membuat segalanya menjelma kiasan
Bayang dan dikaburkan
Dinyatakan ketidaknyataan
Sejak Tuhan disalin ke dalam kata
Kita makin tak menemukannya
Tuhan pun kesepian
Dalam kitab-kitab suci yang ditulisnya
Sejak cinta diungkap dengan kata
Kita pun kehilangan debarnya
Rindu kehilangan deburnya
Bintang-bintang di langit padam
Kehilangan pusat cahaya
Betapa eloknya dunia
Bila tak ada kata
Benda-benda bicara dengan matanya
Dengan pancaran dirinya
Memantul dari benda ke benda
Bagai pantulan cinta
Dari jiwa ke jiwa
Kita pun akan mengenal segala-galanya
Tidak dengan ungkapan
Namun dengan pengalaman
Sebagaimana Musa ambruk di hadapan cahaya
Sebagaimana Zulaikha tersayat oleh pesona?
Pulangkan Aku ke Jauh-Jauh Hari
Masih kuingat janji
Ketika engkau bertanya di awal hari
Ah, bukan di awal hari
Bukankah saat itu ruang dan waktu belum terjadi?
Bahkan sunyi, bahkan puisi
Semua masih khayalan suci
“Bukankah aku adalah kekasih
Dari apapun yang paling terkasih?
Bukankah aku adalah bukan
Dari apapun yang dicipta oleh pikiran?“
Kau bertanya. Kami yang saat itu tak punya mulut
Serempak dapat bicara, serempak punya suara:
“Engkaulah kekasih, engkaulah kekasih
Engkaulah, engkau, kau!“
Kini, ribuan hari telah kulewati
Ribuan senja telah kulukai
Dengan kata, dengan puisi
Setelah kaulepas aku ke dunia seorang diri
Setelah aku tertawa sekaligus menangis seorang diri
Memanggilimu di kelam hari
Ketika mereka turun ke bumi
Menyingkap langit malam sunyi
Merobek langit dalam diri
Sesekali kau tiba
Menjelma sepoi angin subuh hari
Meresap ke pori-pori
Menjelma darah, mengalir ke jantung ini
Oh, inikah kenikmatan abadi
Yang menggetarkan Musa dan para nabi
Yang membuat Al-Busthami
Hanya ingin memilikimu seorang diri
Kurasakan bibirmu mengulum jiwaku
Mengulum kemanusiaanku
Ketika di menara-menara dalam hati
Para kekasih memanggilimu tak henti-henti
Ketika segala ketika Tiada lagi di batin ini
Oh, kembalikan aku padamu, Kekasih
Pulangkan aku ke jauh-jauh hari
Sebelum ruang dan waktu terjadi
Sebelum kau dan aku dinamai
Sebelum kau dan aku dilukai
Dengan apa pun dalam puisi
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Achmad Faqih Mahfudz
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Media Indonesia” Minggu 19 Juni 2016