Lidah – Makam – Wali
Lidah
berderik di lekuk
sebuah tikaman
memisahkan isim dari inti
sebagai tersisih
dirinya, daya julur tak terukur
bahasa
berpendar ke penjuru
akan terasah
akan terjaga
miliknya
lisan itu
kata yang kerap ragu-ragu
2016
Makam
sebelum tak ada
yang terkubur
di makam
sering ia impikan
hutan fosfor
tidur dalam rimbun
lembing-lembing mata panah
melesat dalam gugus centaurus
galaksi, sebuah transit
ruh-ruh, taifun-taifun
di gerbang
gamang memandang
mata maut biru yang gemilang
dan malaikat menanti
lonceng kematian
saat konstelasi bintang-bintang tercipta dari
getah randu dan cahaya
2016
Wali
tiga cabang
tiga liang
ke arah kiblat
sebelum takbir
takdir mengait
yang patah dari yang pahit
kisar pelingsir
syeh guas dengan dua pengiring
tiba di mataram
di tanjung
dingin resap ke batang
terserap urat-urat daun
datuk laut berdiri
menangkis kabut
menyurut surut
doa-doa terucap
berdengung seperti surga
dari dalam gua
tak ada nabi setelah madinah
anak yatim yang bersisian
luput sebagai imam
di makam di mana mula
sebuah agama
dan rekaat
penebus-penebus yang diutus
berkata tentang nubuat
tentang apa-apa yang ingin kita ingkari
2016
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Irma Agryanti
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Kompas” 18 Juni 2016