Matahari Turun di Kota Yogya – Sampai Hujan Tiada – Lelaki di Pinggir Rel
Matahari Turun di Kota Yogya
Pada sudut-sudut Kota Yogyakarta kutemukan pagi bermekaran
Seperti hasrat perawan di malam pertama
bergejolak di anggur secawan
Matahari turun menyetubuhi keranuman pagi
Menghapus jalan setapak pencari nafkah di malam hari
Kususuri pagi hingga titik nadir
Lenggak-lenggok pepohonan yang berpending cahaya
Menghiasi wajah-wajah kota bersahaja
Di Yogyakarta aku sadari
Hangat matahari adalah hangat kasih baru lahir
Maka kubiarkan ia mengalir ke dalam batin
Sampai Hujan Tiada
Kita masih bersama malam
Pada hujan yang tiba-tiba gadang
Kita menerobos kenang
Bumi menghitung rintik hujan
Langkah kita terhapus seketika
Seekor cecak merayap kebasahan
Ia cacat bulir hujan sebagai doa
Sebagai kisah yang terpisah
Antara jejakku dan jejakmu
Kita menerobos hujan dan kenang
Di sebuah pertigaan
Jalan ke rumahmu lebih dekat jalan ke silam
Kita di sini, tak memilih apa-apa
Sampai hujan tiada
Lelaki di Pinggir Rel
Duduk memandang rel yang kosong
Melihat masa depan dibawa laju kereta
Ia menyusun lagi angan-angannya
Menjadi seorang pejabat yang gampang mencuri
“aku ini orang miskin, mau nyuri aja susah”
Sebelumnya, ia dipukuli karena mencuri mangga
Oleh pejabat pencuri uang negara
Setiap kereta lewat angan-angannya hilang
Ia pun menyusun lagi angan yang berbeda
Begitu seterusnya
“aku bermimpi, suatu saat tidak ada hasrat kuasa,
semuanya sama, hidup berpelukan”
lelaki itu hilang di rida-roda kereta.
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Muhammad Rasidi
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Minggu Pagi” 17 Juli 2016