Sebuah Tanya Orang Pinggiran – Kembalikan – Semangkok Kopi
Sebuah Tanya Orang Pinggiran
Kemana aku pulang
Jika kota ku berwajah kelam tanpa cahaya dan bulan
Sedangkan hanya kota yang memberikan ku hidangan
Dari pagi, siang, sampai malam
Kemana aku pulang
Setelah kota ku di tinggal tuan-puan
Tuan-puan yang memberi banyak harapan
Kemana aku pulang
Jika doa-doaku hilang ditengah peradaban
Tanpa dikasihani
Tak salah jika aku pergi ke kota orang
Sebab kota ku hanya menjadi lapangan catur
Janji tuan-puan tak perlu di catat
Janji yang hanyalah pantat saat mengeluarkan angin
yang baunya menyeruap
Tak usah tertawa jka kau membaca puisi ini
Sebab itu bukanlah hal yang aneh terjadi di kota ku
Tertawalah jika banyak orang yang ingin singgah ke
kota orang
Sedangkan tuan-puan kita melarangnya
Sebab di kota ku penuh kecamuk dan dilupakan tuan
puan
Yogyakarta, 2016
Kembalikan
: kepada Tuan-Puan
Kembalikan kelaparanku
Kelaparan tanpa membenci satu sama lain
Kembalikan rasa hausku
Saat meminum susu
Kembalikan kekenyanganku
Kekenyanyan yang ku selesaikan bersama roti bakar
dan ayam kampung
Kembalikan segalanya
Sebab lebih baik lapar tanpa menyakiti satu sama lain
Haus meminum air keruh
Kenyang dari peluh sendiri
Yogyakarta, 2016
Semangkok Kopi
: kepada Yuditeha
Dari perikan gitarmu, malam bernyanyi sambil mem
baca
puisi
Tanpa koma, titk, dan paragraf ‘puisi yang bukan ilusi’
Nafasnya terputus pada kecamuk kota yang tak ingin
ditiduri bidadari
Petikan gitarmu pun berbisik pada anak kecil yang
mengamen dijalan
Mereka lupa pada jalan pulang, meratapi kesedihan
tanpa pangkuan
Sedangkan para pengemudi acuh untuk sekedar mem
beri
uang recehan
adakah hari ini ‘Semangkok Kopi’ yang menemanimu
bernyanyi dengan puisi ..?
untuk sekedar melupakan kecamuk kota
Kecamuk yang dicipta tuan-puan sebelum lupa jalan
pulang
Akhirnya kau mengerti semua kehidupan yang omong
kosong
Seperti kemarahan yang kau tulis dalam puisimu
Puisi yang melihat kota tanpa nyawa, bersedih dipojok
pasar
Bau yang menyengat membuat kita malas bernalar
Hingga jalan keluar yang kita inginkan tak kunjung
ditemukan
Minumlah semangkok kopi itu
Secangkir kopi tidaklah cukup menunggu tuan-puan
kita untuk ingat jalan pulang
Sampai kota tak lagi berkecamuk pada mereka yang
kelaparan di jalan
Yogyakarta, 2016
di Sumenep Madura. Mahasiswa Sosiologi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Salah satu pendiri
Komunitas Seni dan Sastra Blangkon Art Jogja.
Buku antologi puisinya Sajak Kita (2015), Secangkir
Kopi (2014) dan Surat untuk Kawanan Berdasi (2016),
antologi cerpen muda Indonesia (Gema Media 2015)
dan beberapa puisinya telah terbit
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Rudi Santoso
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Kedaulatan Rakyat” edisi Minggu, 24 Juli 2016