Deathnote – Kami Sama Beruban – Yang Kemah di Kuburan – Setelah Seribu Hari – Cross The Universe – Di Lorong Krast
Deathnote
orang meninggal mirip si
penyelinap. susah dicari
dan kita hanya menanti mati
–momen mengumpet
akankah bersua meski amalan
beda? mungkin tak pernah
: aku menangis–meledakkan
kilangan. ketertinggalan
Kami Sama Beruban
meskipun sama berambut uban
tapi kepala kami
: beda. terlebih isinya–terutama
batin. iblisnya
berbeda. target dirayu: beda
–tapi si penawarnya
: tunggal–menahan diri. hingga
kamipun sama beruban
Yang Kemah di Kuburan
saat memasak mi godhog-endog
–untuk sarapan–: aku
ingat bencana alam, kemah
pengungsi, dan rumah buat
pulang. tapi tak pernah: mayat
kembali dari kuburan
–mereka macam diungsikan
ke alam lain. menghilang
meninggalkan uar panas rindu
–mengukus batin. gemetar
: gelesar perih tidak kunjung
reda di irisan kangen
Setelah Seribu Hari
setelah satu bulan: apakah
arwah masih di rumah
atau tercenung melihat tubuh
busuk dan pelan berai
dimakan jentik? mengenangkan
segala kemudaan, dan
yang tersiraih, dan kini: semua
pelan mengurai. sirna
pada seribu hari, ketika arwah
menghuni kekal
: perlukah nisan marmer, kalau
kau kukuh di dalam Allah?
Cross The Universe
horison jauh seperti dinding
–tirai kelambu surya
ketika pagi jelma, kabut pun
luruh: hangat menjelma
saat dewasa: pesiar ke pesisir
–horison geser
dengan pesawat lintas benua,
horison berubah kubah
ketika mati: ruh melayang,
horison malah mengepung
sepi sendiri. Tuhan, tunjukkan
arah untuk kembali
Di Lorong Krast
jangan selalu berpegang pada
kenang: sebab hidup tak
bisa diralat, diperbaiki, atau
direstorasi
mustahil–tidak mungkin. hidup
sekali, tanpa ulangan
mari memilih refleksi. bersemedi
lebih intensif
tak lagi akan cari senang sendiri
–ruh mengsigumpal