Elegi dari Bojonegara
Seperti dikirim mimpi yang salah.
Bukit-bukit di sekujur Bojonegara
berlumur darah
Kini aku berumah di sini
duduk bersila memejam mata
di antara seribu biji debu yang menyatu
dengan asap pabrik dan angin lengket
dari pelabuhan yang uzur
Bersamadi memanggil arwah-arwah
yang mengembara ke segala arah
Jalan-jalan yang bergelombang
hanya akan mengantarkan
para peziarah di gunung Santri
pada kematian yang bersembunyi
pada kematian yang dinanti.
Di Jembatan Pabean
Jalan melengkung
dan bagai ombak bergulung.
Mulus lembut
bagai kulit selimut.
Kulewati pagi hari.
Angin dari bukit menusuk hati.
“Umur tak lama lagi.”
Ia mengulangi.
Berbatang-batang bambu merunduk nyeri
kehilangan puji kehilangan matahari
“Jasad akan mati.”
Dari bukit yang tak terlalu tinggi
suara itu datang lagi.
Ardien Je, sukarelawan Rumah Dunia; pendidik di MTs Al-Khairiyah Karangtengah Cilegon. Buku puisinya berjudul “Empat Mozaik dari laut” (2016)
Rujukan:
[1] Disalin dari karya Ardien Je
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Pikiran Rakyat” Minggu 5 Februari 2017