Larut Jiwaku – Vivase Desir – Zulmat Awan – Dada yang Penuh Bisikan – Arumba
Larut Jiwaku
telah mabuk kepayang, seluruh
rasa hatiku larut luruh
pikiran melesat bersama renik
makrifat, sibak ragam gelap peng-
lihatan
bagai air dan gula, aku mewujud
dalam satu rasa
Segala perhatian takkan beranjak,
ia mukim dalam gazal makna
di sana segala tercurah tanpa jeda
dan batas masa
merasa begitu hidup di dalam, ke-
matian mengancam di luar
Hatiku telah terpuat pada pesona
kekasih, tiada derai tangis
tak ada ratap lara walau derita
datang silih berganti
dari zat yang sama segala peristiwa
datang dan pergi
Vivase Desir
Liris menelusuri ulu hati kala sim-
foni gugah mimpi
legit dunia laun terbangkan kilas
ingatan hingga hanyut elegi
jauh sudah pacu hasrat mengitari
bumi cari kekasih abadi
Lagu cinta luruh dalam pusaran
waktu sejak jarak mengancam
kini sumbu tiada nyala lagi-jangan
sampai cahaya jiwa padam
dapatkan melihat gemintang bila
langit penuh kabut hitam?
Beranjaklah ke padang rumput, di
sana sedia penawar rusuh
kalaupun kaki enggan berlari,
masih ada roda untuk dikayuh
mari diam sejenak ketika luap rindu
menggebu sulit dilabuh!
Zulmat Awan
Gelap berarak dari segala penjuru,
menutup wajah langit
sesekali kilat menyambar, guruh
berjalan, bertikai, dan cekam
perasaan
belum reda derai hujan hujan kini, pada-
hal sudah berlangsung lama
Sebagian orang memilih berteduh,
sebagian yang lain tetap melaju
dalam hujan ada rahmat sekaligus
bencana bagi alam semesta
bukankah kerusakan jagat ini lebih
banyak disebabkan ulah manusia?
Semoga angin datang menyingkap
segala pekat agar memancar ca-
haya
jika mahaledak terjadi, biarlah
senyum bahagia mereka di dada
tanggal segala yang disebut aku se-
lain hanya kebenaran abadi
Dada yang Penuh Bisikan
Di dada paling dalam, saban waktu
berembus bisik agitasi
pengacum takkan pergi walau
negeri telah hangus oleh api
gelap begitu nyata meraja kendati
sorot hadir tanpa henti
Mari berlindung dari segala bentuk
kejahatan siang dan malam
para penyihir terus membadi guna
silap si mata tajam
bila seluruh kesadaran rohani
lengah, buluh pun serupa biram
Jangan biarkan pintu terbuka
ketika matahari suruk ke barat
setan mencalang tiap jiwa lalai agar
kabihat serta tersesat
sebelum malaikat mau datang
tetak laju napas, lekaslah tobat!
Arumba
Oh, dengarlah rintih kepedihan atas
perpisahan tak terduga ini
surya raib dari semesta jiwa yang
semula penuh nyala
kabut kelam di segala ruas jalan
sebelum malam tiba
Mungkin aku terlalu takjub pada
bulan hingga lalaikan matahari
pendar siara tiada arti bila mahac-
ahaya tak bersinar lagi
adamu tetap bersinar bagi sebagian
orang, walau terus bersembunyi
Seruling bertalu-talu riwayatkan
masygul diri atas kepergianmu dari
sisi
sewindu sudah ragam suka
maupun duka kau ajarkan padaku
meskipun telah tiada, kau tetap ada
di palung sukmaku
Yogyakarta, 25 Agustus 2016