Jantung Waktu – Angst – Orang Yang Asing – Pitutur Bumi
Jantung Waktu
Setelah kita pahami hari-hari dengan memancang
wajah matahari
Berhibuk menghitung detik-detik yang bersitumbuk
Kita hanya temui kerugian dalam setiap keraguan
Tiada manis setiap buah yang kita iris
Tiada dahaga hilang padahal berulang-ulang air
kehidupan kita tuang
Hanya bayang, hanya lengang yang tertinggal setiap
kali kita melenggang
Mungkin kita perlu membesuk rasa percaya di dada
kita
Mengasah, meruncingkan mata kesabaran semili
demi semili
Mengecup bumi, langit dan udara di setiap detak detik
Hingga pada saat kita rengkuh setiap lemah nyawa
Jantung waktu lembut berdenyut
Terus berdenyut
Angst
Sakal lengan sunyi tersembunyi
Di balik punggung jarum jam yang terhenti
Mungkin ungu, mungkin juga lesu
Selembar memar terjahit pada desis napasmu
Kecemasan demi kecemasan dalam menyelam
Tenggelam pada rongga kekosongan mata yang kelam
Udara rindu lama lupa tak kau hidu
Sentuhan cinta telah alpa kau raba
Ketakutan merayap menuruni
balok-balok gedung tinggi
Sebagian bangkit dari lekuk selokan
yang dibanjiri nyeri
“Ketakutan adalah bayang diri,
Meriap ketika kesadaran berlepasan dari cahaya
lentera jantung yang pasi”
Kesepian pun bersiul melepaskan baju
Baju keramaian warna abu-abu
Bercorak keterasingan
Yang kuyup disusupi debur karat keringat urban
Orang Yang Asing
Ia datang membelah gulita
Tak membaca abjad, tak menulis aksara
Hanya cahaya pada degup jantungnya
Cahaya asing yang merambah jazirah,
Menyusuri sejarah samudera yang terbelah,
Tertuntun di gurun, terkait di bait-bait bukit
Menjadi lentera jiwa di hamparan semesta
Dan menerangi piatu jiwa di kering rumpang jaman
Ia telah pulang kembali
Cahayanya termaktub dalam kitab yang abadi
Diwariskan sebagai kompas dan navigasi
Membaca peta buta di gelap sunyi hari
Hingga pada suatu waktu
Cahaya itu akan kembali asing
Pada muara zaman yang paling bungsu
Pitutur Bumi
Kita datang dan kembali dari sini
Tempat tumbuh rizki dan rahmat ilahi
Tempat memulangkan warna kulit kita
pada asal yang sejati
Gemuruh jantung bumi
Bergegar tubuh menggeser inti
Segenap kerusakan yang kita gali telah melubangi
Setiap ketabahan dan harga diri bumi
Hanya pitutur yang bisa diberi
Sebisik peringatan yang perlu kita renungi
Pada ketakutan dan kecemasan pemantik nurani
Qisas atas segala yang pernah kita curi
Pitutur bumi mendedah sunyi
Menyobek gelak silap diri
Mengingat sejarah yang pernah terkunci
Serupa kaum samud yang terlupa diri
1979. Beberapa karyanya pernah tergabung di buku antologi
puisi bersama Lumbung Puisi Sastrawan 2014 Jilid
II (2014), Memo untuk Presiden (2014), Kitab Cinta Kota
Batik Dunia (2015), Antologi bersama Tentang Kota yang
Menjaga Takbir dalam Degup Dada, Antologi bersama
puisi ZIG-ZAG (Cybersastra).
Rujukan: