Pecahan Kesedihan – Mata Hujan – Pecahan Senja – Malam – Cahaya Pagi
Pecahan Kesedihan
senja tiba dengan irama gerimisnya
membasuh perih para pecinta doa-doa
pecah menuju retakan waktu dalam
rakaat angin bayang wajahmu menembus
daun jendela mengukir luka pada ruap rindu
dalam bening matamu mengalir sebuah telaga
begitu air mata jatuh ada percik kata-kata
merambat sebagai pecahan kesedihan
lalu dari goresan namamu puisi terbit
bersama ledakan cahaya
Mata Hujan
:Ardisa Nadilestari
matamu seperti mata hujan yang
menembus daun jendela ada ruap
rindu berdenting di cangkir kopi
lalu kesedihan seperti irama gerimis
membasahi wangi tanah doa-doa
setegar batu karang yang digarami lautan
lalu bayang wajahmu menari dalam pusaran waktu
mengirimkan cinta pada lorong kesunyian
Pecahan Senja
ruap cahaya bergetar menuju
rongga dada memberi petunjuk rindu
bagi langkah kaki yang berjalan menuju
sebuah jalan doa-doa membasahi daun-daun
gugur hingga retakan cinta terburai seperti
wangi udara dalam keheningan senja masih
setiakah luka membuka daun jendela
memberi usapan kesedihan tersimpan
rapi bersama butiran air mata
Malam
bulan menari di altar langit
menembus kebisuan para pejalan
di sebuah kedai kopi ruap rindu
berdenting memecah hening
seluruh kenangan adalah pisau
yang mengiris buah apel merah
seorang gadis dengan gincu tebal
menembuskan doa pada deretan trotoar
berharap tuhan memberikannya sesuap roti
untuk dikunyah dengan butiran air mata
membaca kota dengan tangan berdarah
hingga setia pada dingin kesunyian
Cahaya Pagi
ketika cahaya pagi membuka
lembaran rindu menuju tempurung waktu
selalu ada yang bergerak semisal kesedihan
begitu tawar seperti roti tanpa selai
bayang wajahmu masih menjerat
dalam ingatanku menebas setiap
helai napas dihempaskan sang angin
doa-doa bergerak seperti kumparan awan
dan cinta kita seperti matahari dan langitnya
bergerak menuju sebuah jalan luka
Rujukan: