Rumah Raksasa – Penjual Sarapan Pagi – Beri Aku Jarak – Mulut Ibu – Tubuhkan Aku dalam Tubuhmu – Datang di Hari Minggu – Jus Alpukat
Rumah Raksasa
Kaulah rumah raksasa itu
Yang dibangun sebelum
Segalanya bertamasya
Menyusuri ruang-ruang
Yang belum dijelmakan
Menjadi apa-apa
Kaulah rumah raksasa itu
Yang dikirim dari sekian aroma surga
Saat banyak rupa-rupa wajah
berdendang
Di tepi kolam-kolam
Yang penuh dengan gurau
Dan canda-canda
Kaulah rumah raksasa itu
Yang memilih untuk pulang duluan
Saat segala pertempuran telah usai
Dan kau menjadi samudera doa
Mengalir dari balik dada siapa saja
Bagi mereka, yang tiada pernah
Mencaci segala kehampaan dunia
Kaulah rumah raksasa itu
Takdir kelahiran yang kian kali
Mencari muara datangnya rindu
Dan aku tak kuasa membacamu
Dalam bait-bait yang penuh ragu
Sebab, kau selalu beterbangan
Di balik segala kerendahan
Dan segala kelumpuhan keningku
Penjual Sarapan Pagi
Kami ingat betul,
Ibu itu,
Yang setiap pagi
Selalu telat
Menawarkan sarapan pagi
Kami ingat belut,
Ibu itu,
Dengan nada tawarnya
Yang begitu menggoda
Namun sayang,
Hanya karena waktu
Maka ibu itu,
Tetap pulang
Dengan dagangan
yang masih utuh
dan penuh sesal-sesal
Beri Aku Jarak
Beri aku jarak,
Pada sekian gerak jarum jam
yang sulit kau ajarkan lagi
kepadaku,
Beri aku jarak,
Pada sekian mata rantai nilai
yang begitu ragu
dan malu-malu
Mempertemukan dirinya
Kepada ragaku,
Beri aku jarak,
Saat aku benar-benar butuh
Bersembunyi kesekian kali
dalam tubuhmu
yang sudah terlanjur kaku
untuk meniadakan banyak hal
Beri aku jarak,
Seperti masa itu
Dalam takdir dan ingatan
Saat kita benar-benar
urung dipertemukan
Mulut Ibu
Berapa puluh tahun lalu
Kami dikirim dari mulutmu, Ibu
Kami digiring dari padang
yang lengang
Serupa kampung baru
Yang belum dihuni siapa-sapa
Persinggahan yang menyesatkan kami
Untuk melangkah lagi
Mengelilingi diri kami yang lain
Agar kelak, kami menemukan
Betapa hidupnya kematian kami
Berapa puluh tahun lalu
Kami dininabobokan
dari mulutmu, Ibu
Kami seolah diciptakan berkali-kali
Serupa kemenangan baru, Yang bergegas
mencari perantauan lain
Selain dari peta di punggung kami
Berapa puluh tahun lalu
Kami memimpikan kecemasan baru
Kami mengidamkan kegelisahan semu
Kami rapuh, tiada lagi kuasa
Kembali memilih jalan
Menuju mulutmu, Ibu
Berapa puluh tahun yang akan datang
Kami hancur, di luar dugaan-dugaanmu
Tubuhkan Aku dalam Tubuhmu
Tubuhkan aku dalam tubuhmu
Kali ini saja
Saat segala hal telah merubahku
Saat segala bentuk telah mencuri ketiadaanku
Tubuhkan aku dalam tubuhmu
Kali ini saja
Saat segala dusta telah membabi-buta
Mengosongkan daya mulia
yang mulai bertunas di dadaku
Tubuhkan aku dalam tubuhmu
Kali ini saja
Saat segalanya telah mahir menjerumuskanku
Dalam segenap rumus-rumus
tak menemukan jalan keluar
Dalam segala hidup
Yang kerap membunuhku pelan-pelan
Datang di Hari Minggu
Akulah hari-harimu yang lain
Yang kerap lupa untuk berkunjung
Karena hari sebelumnya
Telah sering mengurungmu
Menemukan benda-benda asing
Yang selalu saja dibikin pusing
Akulah hari-harimu yang lain
Karena akulah satu-satunya hari libur
Hari milikmu yang sering lupa
Jika hari semua hari yang muncul
Dari mulutmu adalah hari minggu
Hari baik yang kerap mengajakmu
Bermain mengelilingi mesin-mesin
Yang sengaja diciptakan
untuk menghancurkan banyak musuh
Yang kerap keluar dari dalam kepalamu
Akulah hari-harimu yang lain
Yang kerap memilih mandi di kali
Nyebur di sungai yang jauh dari laut
Saat semua orang sudah memilih kalah
Dan percaya, jika semua hari tak selamanya
bisa bekerja dengan hari minggu
dan aku berjuang keras, untuk menjelma
menjadi hari-hari liburmu
Hari minggu yang selalu tersenyum
Melebihi pacarmu
Jus Alpukat
Hai, kau sedang apa
Baru saja kemarin
kau minum kopi
Hari-hari sebelumnya pun
Kau selalu gemar dengan pahitnya
Kenapa sekarang berubah pikiran
Memilih jus alpukat
Untuk program penggemukan
Atau ingin meninggalkan
Masa itu yang pahit-pahit?
Hai, apa yang terjadi dengan dirimu?
Apa, kau sedang jalani program
pemutihan kulit?
[1] Disalin dari karya Ulfatur Rohmah