Kepada Hutan – Telaga – Elegi Dapur
Kepada Hutan
Jika kau hanya tinggal kenangan di rinduku
adalah gelisah angin mengusik tentramnya perasaanku
yang penat mendengar suara gergaji menumbangkan pohon-pohon
di dadaku
asap, debu bercampur terik dan udara menyesakkan pernapasanku
matahari sinarnya pucat memantul di sungai kumuh yang mengalir resah
aku melihat tanah membatu, jejak-jejak kehilangan arah
kepadamu hutan kini aku menyaksikan hewan-hewanmu
berkeliaran di perumahan maupun kantor-kantor, anehnya mereka
berdasi seperti pesulap menyihir burung jadi kertas atau plastik
membuat kagum anak-anakku sampai terbengong takjub
kehilangan kesadarannya
jika kau hanya tinggal kenangan di zaman ini
maka, air yang biasa mengalir akan membeku kering
menyisakan airmata memerih di urat nadiku.
Telaga
Air dan tanah berbaur renyah meski musim kemarau kadang membakarnya
Kicau burung mengundang anak-anak untuk datang mandi sambil bermain
lalu mengulum angin segar untuk bernapas, mengepakkan sayapnya
ke semesta mengenal teduhnya ikan-ikan atau matahari yang bersinar
mengajari bersyukur
tapi banyak kolam telah dicipta di mana-mana
tanpa burung dan ikan-ikan yang biasa menyambangi, dan air
hanya menggenang di kedalaman airmata anak-anak orang miskin
yang hanya memegang perutnya lapar.
Elegi Dapur
kuhidupkan kompor dapur
api menyala dari gas elpiji
air pun mendidih membumbungkan asap
tapi, masakannya tak sesedap
api kayu bakar.
Di dapur,
Kayu-kayu sudah langka
Sebagaimana nasib hutan-hutanku.