Pagi di Sekolah – Masa Kecil di Timor Leste – Di Bangku Sekolah
Pagi di Sekolah
Pagi cerah, bel berbunyi
anak-anak masuk lapangan
Teman-temanku, berjalan pelan
anak-anak lain berjalan di belakang
Aku bosan berdiri terus.
Aku bosan, bosan sekali
Aku seperti antara manusia
dan hewan di kebun binatang
Tapi ada beberapa
momen kusuka
Bercerita dengan teman
Atau memikirkan hal-hal
seru saat istirahat nanti
Kami masuk ke dalam kelas
duduk menunggu guru
Itu kesempatan untuk berisik
buat kelas nampak seperti pasar
yang ramai
Tapi saat guru datang
semua menarik suara
Keadaan sunyi
senyap seperti saat subuh
Aku tidak suka berpura-pura begitu.
Masa Kecil di Timor Leste
Jauh di Timor, anak-anak
lepas dari pegangan orang tua
berlayar ke negeri asing
meninggalkan masa kecil,
Halaman gembira, wajah
marah ibu, rok di lemari
Suara tangis memenuhi Dili
ketika kapal pergi membawa mereka
Melupakan orang tua, tempat tinggal,
dan semua yang dulu berada dalam ingatan
Mereka dibawa pergi sebagai
tanda kemenangan perang
Gadis kecil tak ingin
meninggalkan keluarga.
Ia ingin tetap bersama ibunya,
makan masakan ibu, dipeluk ibu,
dicium ibu, bermain di halaman rumah
Tapi ia mulai lupa, seperti aku mulai lupa
teman baikku pergi dan tak bertemu lagi.
Di Bangku Sekolah
Sekolah itu tidak menarik
hanya duduk dan belajar
itu saja, tak menarik,
tak ada
Jika terus seperti itu
otak terbebani. Seperti filsuf
penyair, cerpenis, esais,
ada waktu menulis, membaca
dan bermain.
Di sekolah ada waktu istirahat,
tapi belum cukup.
Anak-anak seperti orangtua yang
dipaksa belajar.
Soal-soal berada
di atas kepala, berputar-putar,
membuat kami bekerja keras
memecahkannya. Anak-anak
bingung seperti seorang yang
tak tahu apa yang harus dikerjakan.
Seratus berada di depan mata.
Anak-anak gembira. Mengapa?
Apakah 100 tiket menonton
di bioskop? Apakah 100 sekeranjang
permen lolipop? Apakah 100 kado
istimewa saat ulang tahun?
Atau 100 hanya pujian dari orang dewasa?
Kata Ibu, Sekolah Menyenangkan
Aku sudah bilang, aku tidak ingin sekolah
Tapi kata Ibu, sekolah menyenangkan
Aku akan bertemu banyak teman, banyak permainan
seru
Di sana, ada bapak dan ibu guru. Mereka hebat
berpetualang,
aku pasti suka. Tapi aku tidak sepakat dengannya
Ibu berkata lagi, ada perpustakaan sekolah
Saat aku bosan, aku boleh baca semua koleksi
di sana dan memiliki kartu seperti punya ibu
Itu bukan mauku
Aku ingin di rumah,
tetap bersama ibu,
menemaninya mengerjakan apa saja
Aku katakan padanya, aku tidak mau sekolah,
tidak mau mengabaikan buku-bukuku,
tidak mau membiarkan alat lukisku,
tidak mau mainan-mainanku kesepian
Tapi ibu bilang, aku harus sekolah
Ibu dulu punya banyak teman sekolah,
memainkan permainan-permainan baru,
mendengar gurunya yang suka bercerita
memberi teka-teki yang tak diduga
Sebaiknya aku sekolah, kata ibu
Di sekolah, meski teman-teman lain
menjahili Ibu, ia tidak diam. Ia balik
membalas. Berkelahi di sekolah, itu
biasa, kata Ibu. mendapat sangsi juga biasa
Semua itu menyenangkan.
Aku akan mempertimbangkannya, bu.
Makhluk Kelas Dua
Menurutmu perempuan bawahan
laki-laki, makhluk kelas dua?
Namun Aspasia dan Hypatia tidak
Kaum wanita diperlakukan
seperti budak, atau mereka
memang budak?
Seorang ayah malu
memiliki anak perempuan.
Aspasia kecil dikirim
ke pangkuan kuil Aprodhite
tapi elang emas itu terbang
tinggi menuju kota pengetahuan
bertemu Socrates dan Plato.
Hypatia membuka pintu
rumahnya jadi arena belajar
Aspasia kupu-kupu malam
bagi kaum laki-laki
Agama muncul, Hypatia disiksa
menggunakan batu.
Aspasia sudah pergi
jauh dari bumi
Pengetahuan mereka dibakar,
dihapus dari sejarah
Tapi mereka
Tetap akan abadi.
Saat Ditinggal Ibu
Ibu bicara, aku dengarkan
Kabar sedih memenuhi kepalaku
Ibu pergi, air mata memenuhi
pipiku, tumpah dari wadahnya
Terdengar suara kereta bergerak
cepat seperti ular lapar. Ibu pergi,
bukan untuk bermain-main, bukan
untuk berlibur. Ibu pergi belajar
Jika tidak lulus, ibu harus bayar
uang pada negara. Jika tidak, ibu
bisa dipenjara. Aku ingin ibu cepat
lulus dan ibu pasti lulus. Jika tak
ada ibu, aku sedih tak terhingga
Anak-anak gembira tak ditinggal orang tua
Jika yang kuberi ini buat ia gembira
aku akan berterimakasih sebanyaknya
seperti radio yang tak mau diam
Jangan menangis, kata ibu
Aku tetap menangis.
Tak tahu mengapa, aku mengkhawatirkannya.
2017
Abinaya Ghina Jamela lahir di Padang, Sumatra Barat, 11 Oktober 2009. Ia menulis puisi dan cerpen. Resep Membuat Jagat Raya (2017) merupakan buku kumpulan puisi pertamanya. Buku tersebut masuk longlist Kusala Sastra Khatulistiwa 2017 dan terpilih sebagai buku puisi terfavorit versi Goodreads Indonesia melalui Anugerah Pembaca Indonesia 2017. Buku keduanya, Mencari Trakus, akan segera terbit.
[1] Disalin dari karya Abinaya Ghina Jamela
[2] Pernah tersiar di surat kabar “Media Indonesia” Minggu 10 Juni 2018